Arfah, S.TP (Blognya Anak Teknologi Pertanian)

Kamis, 19 September 2013

PENGARUH PROSES TERMAL TERHADAP ZAT GIZI MIKRO

Penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan pangan sangat berpengaruh pada bahan pangan. Dalam pengolahan bahan pangan, penggunaan panas seringkali dilakukan dengan tujuan untuk menambah citarasa dan memperpanjang daya simpan produk pangan tersebut.  Di dalam kehidupan sehari-hari jenis proses termal yang biasa dilakukan adalah penggorengan, perebusan, pengukusan, dan pemanggangan.  Di tingkat industri, kita mengenal beberapa jenis pengolahan pangan dengan menggunakan panas seperti blansir, pasteurisasi dan sterilisasi dengan maksud agar bahan makanan dapat lebih awet disimpan. Pada umumnya semakin tinggi jumlah panas yang diberikan semakin banyak mikroba yang mati.
Tetapi penggunaan panas pada pengolahan bahan pangan juga dapat mempengaruhi nilai gizi bahan pangan tersebut, termasuk zat gizi mikro (vitamin dan mineral).  Umumnya vitamin-vitamin (khususnya vitamin larut air) dan mineral tidak stabil terhadap panas. Beberapa jenis bahan pangan seperti halnya susu dan kapri serta daging, sangat peka terhadap suhu tinggi karena dapat merusak warna maupun rasanya.
Penggorengan merupakan salah satu jenis pengolahan pangan dengan menggunakan panas.  Suhu yang digunakan biasanya adalah 160oC, sehingga dapat merusak vitamin dan mineral.  Kandungan ß-karoten (pro-vitamin A) minyak sawit merah (minyak goreng) juga mengalami penurunan selama proses pemanasan (penggorengan).  Hal ini tergantung dari suhu yang digunakan.  Hasil penelitian melaporkan bahwa pemanasan minyak sawit merah pada suhu 150 0C mampu mempertahankan kandungan ß-karoten yang lebih baik dibandingkan suhu yang lebih tinggi (160, 170 dan 180 0C).  Penurunan kandungan vitamin yang terjadi pada pemanasan minyak goreng disebabkan terjadinya reaksi oksidasi minyak dan degradasi asam lemak akibat suhu pemanasan yang tinggi dan lama pemanasan.
Pengukusan dan perebusan adalah metode konvensional lainnya yang telah lama dikenal untuk memasak. Pada proses perebusan dapat menurunkan nilai gizi suatu bahan makanan lebih banyak dibandingkan dengan pengukusan. Bahan makanan yang langsung terkena air rebusan akan menurunkan nilai gizinya terutama vitamin-vitamin larut air (B kompleks dan C), sedangkan vitamin larut lemak (ADEK) kurang terpengaruh.
Pemanggangan juga bisa menyebabkan kerusakan zat gizi. Kerusakan zat gizi dalam bahan makanan yang dipanggang umumnya terkait dengan suhu yang digunakan dan lamanya pemanggangan.  Pada roti misalnya, tidak ada susut gizi yang berarti dalam tahap pencampuran adonan, fermentasi, maupun pencetakan.  Tetapi pada proses pemanggangan cukup banyak zat gizi yang mengalami kerusakan sehingga menurunkan nilai gizi.  Pemanggangan roti sampai kulitnya berwarna coklat akan menurunkan kadar tiamin 17 - 22%. Roti tawar akan kehilangan tiamin (vitamin B1) lebih sedikit dibandingkan roti berukuran kecil. Riboflavin (vitamin B2) dan niasin (asam nikotinat) relatif stabil dalam proses pemanggangan. Dilaporkan, susut niasin hanya kurang dari 5%, sementara riboflavin sedikit sekali yang hilang. Hanya saja, dalam proses penggorengan donat dengan minyak, susut riboflavin bisa mencapai 23%.
Blansir adalah perlakuan panas pendahuluan yang sering dilakukan dalam proses pengalengan buah dan sayuran dengan tujuan untuk memperbaiki mutunya sebelum dikenai proses lanjutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses blansir dapat menurunkan nilai gizi suatu produk pangan terutama vitamin, mineral, dan komponen-komponen yang larut air lainnya.  Besarnya kerusakan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1) Varietas, 2) Tingkat kemasakan/kematangan, 3) Metode penanganan (terutama tingkat pemotongan, pengirisan, dan lain-lain, yang mempengaruhi rasio luas permukaan/ volume bahan), 4) Penggunaan medium pemanas dan pendingin, 5) Lama dan suhu pemanasan, dan 6) Rasio air/bahan yang diblansir (terutama jika digunakan air sebagai medium pemanas atau pun pendingin).  Pengaruh penggunaan metode blansir terhadap kandungan vitamin C pada beberapa bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 1.
Selain vitamin C, pengolahan pangan dengan menggunakan panas juga dapat menurunkan vitamin larut air lainnya (vitamin B) tergantung pada metode dan suhu yang digunakan.  Kandungan vitamin larut air pada produk susu yang mengalami proses pengolahan dengan panas dapat dilihat pada Tabel 2.


Tabel 1.  Pengaruh penggunaan metode blansir terhadap kandungan vitamin C
Sumber : Cumming et al. (1984)

Tabel 2.  Kandungan vitamin larut air pada susu
Sumber : Saleh (2004)

Kehilangan atau susut zat gizi mikro pada bahan pangan pada saat penggunaan panas dapat diminimalkan dengan cara membuat kondisi asam.  Zat-zat gizi mikro akan lebih stabil pada kondisi asam.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa vitamin C pada sari  buah murbei lebih stabil selama penyimpanan karena kondisi pH yang rendah walaupun mengalami proses pasteurisasi pada suhu 80 0C selama 10 menit. 
Contoh lainnya adalah pada produk minuman susu.  Hampir semua produk yang telah dipasteurisasi mempunyai pH rendah (asam). Produk makanan yang tidak tahan panas umumnya stabil dalam kondisi asam, dengan demikian kondisi asam ini akan mencegah susut gizi yang mungkin terjadi. Susu yang dipasteurisasi akan kehilangan tiamin 10%, vitamin C 10 - 20%, dan vitamin B12 0 - 10%.
Proses termal pada pengolahan pangan juga akan berpengaruh pada penyerapan zat gizi dalam tubuh.  Banyak faktor yang mempengaruhi penyerapan zat gizi mikro (terutama mineral) di dalam tubuh.  Sebagai contoh, adanya serat dan zat anti gizi (asam fitat, dan lain-lain) dapat menghambat penyerapan zat besi, kalsium, dan lain-lain.  Proses pemanasan dapat mendegradasi heme sehingga bioavailabilitas heme iron akan menjadi rendah. Semakin lama proses pemanasan akan menyebabkan solubiliti zat besi semakin rendah.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses perebusan yang dikombinasikan dengan kondisi asam dapat meningkatkan penyerapan zat besi.  Hanya saja faktor lama perebusan juga perlu diperhatikan.

Perbedaan Varietas Beras Indica Dengan Japonica


 Perbedaan varietas beras Indica dengan Japonica.
·      Beras Indica adalah beras berbulir panjang yang ketika dimasak mengahasilkan nasi yang tidak lengket, dapat mengembang, tidak lunak dan menjadi keras saat dingin. Mengandung amilosa sedang sampai tinggi (20-25,5%), memiliki indeks glikemik (IG) rendah dan  biasanya ditanam di daerah yang tropis yaitu Indonesia dan India. Beras Indica lebih enak dimakan dengan sendok atau tangan, dan diolah menjadi nasi goreng.
·      Beras Japonica adalah varietas beras berbulir pendek dan bulat, mengandung amilosa rendah (14,8%) sehingga ketika dimasak nasi yang dihasilkan lunak, mengkip, lengket dan menggumpal saat dingin. Varietas beras japonica biasanya ditanam di daerah sub tropis. contohnya Beras Jepang, mudah disantap dengan sumpit dan bisa digulung menjadi sushi.

Beras pera mengandung amilosa yang tinggi
Beras yang ada dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu “beras pulen (Japonica)” dan “beras pera (Indica)”. Beras pulen mengandung amilosa yang rendah dan amilopektin yang tinggi, sedangkan beras pera mengandung amilosa yang tinggi dan amilopetin yang rendah.
Perbedaan komposisi ini sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah pertanian, pemupukan, lingkungan tempat tumbuhnya dan iklim.
Perbandingan antara amilosa dan amilopektin ini di jadikan dasar atau merupakan faktor tunggal dalam menentukan mutu rasa dan tekstur nasi.
Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibagi ke dalam empat golongan :
a.       Beras ketan yang sangat pulen (kadar amilosa sekitar 1-2 %),
b.      Beras pulen (kadar amilosa 7-20 %),
c.       Beras sedang (kadar amilosa 20-25 %) dan
d.      Beras pera (kadar amilosa lebih dari 25 %).
Kandungan amilosa tersebut berkorelasi positif dengan tingkat kelemahan, kelengketan, warna dan kilap. Semakin tinggi kadar amilosa volume nasi yang diperoleh makin besar tanpa kecenderungan mengempes, hal ini dikarenakan amilosa mempunyai kemampuan retrogadasi  yang  lebih  besar.



RUJUKAN
Enrico. 2011.  Varietas Vs  Komposisi beras. (online) (http://enricoenrico73.blogspot.com/20         11/02/varietas-vs-komposisi-beras.html).
Riwan Kusmiadi, STP. 2011. Hubungan Varietas dengan Komposisi Beras. (online) (http://fp       Hubungan pb.ubb.ac.id/?Page=artikel_ubb&&id=136).
Somantri,I.H.1983. Pewarisan Kadar Amilosa pada Beberapa Persilangan Padi. Tesis.       Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung.

Minggu, 23 Juni 2013

MENERIMA JASA DESIGN

BALIHO

IKLAN UCAPAN SELAMAT DPD HANURA

X-BANNER

KARTU NAMA

KARTU NAMA

JASA DESAIN

Arfah_Blog Kini Dapat Menerima Pesanan Desain X-Banner, Baliho, Undangan, Kartu Nama, Label Produk dan Lain Sebagainya
Contoh Desain :
X-Banner Visi Misi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian UNSRI

Poster (A3) VISI MISI THP UNSRI

SPANDUK PERNIKAHAN

LABEL KERIPIK BAYAM

LABEL ROTI MANIS LABU KUNING

My Headlines

Daftarnya Gratis..! Dapat Duit..! Buruan...Pasang Iklan Adsense Camp Di Web/Blog mu

Adsense Indonesia Adsense Indonesia
 

Arfah, S.TP. Copyright 2012 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Free Blogger Templates Converted into Blogger Template by Bloganol dot com