Jagung termasuk tanaman pangan utama
di Indonesia. Produksinya terus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri maupun ekspor. Namun, sejauh ini bagian tanaman jagung yang dimanfaatkan
masih terfokus terutama pada biji buahnya. Sedangkan limbahnya seperti
kulit jagung, rambut jagung dan tongkol jagung dapat diolah kembali menjadi
produk yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Salah satunya adalah tongkol
jagung yang diolah menjadi glukosa dengan bantuan jamur Aspergilus Niger
secara biokonversi oleh enzim selulose.
Dari
proses pengolahan ini produk yang akan dihasilkan adalah Glukosa yang melalui
proses biokonversi enzim Selulose dari jamur Aspergilus Niger. Prosedur yang digunakan dimulai dengan tahap persiapan enzim kasar dari jamur Aspergilus niger dan tahap pengujian
enzim selulose, kemudian dilanjutkan dengan analisa komposisi tongkol jagung
dengan perlakuan secara fisika. Proses hidrolisa asam dilakukan dengan
perendaman didalam larutan FeTNa dan hidrolisa enzim dari jamur Aspergilus niger. Proses
hidrolisa asam bertujuan untuk menurunkan kadar hemiselulosa dan lignin, karena
kedua senyawa ini dapat mennghambat degradasi selulosa menjadi glukosa.
Sedangkan pada proses hidrolisa enzim bertujuan untuk menguraikan senyawa
selulosa dalam tongkol jagung menjadi monomer glukosa sebagai penyusunnya dan
menguraikan hemiselulose menjadi selulose. Dengan demikian selulose yang
dikonversi menjadi glukose berasal dari hidrolisa asam dan hidrolisa enzim dari hemiselulose. Seperti
yang dijelaskan di atas, selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan menggunakan
asam atau enzim. Hidrolisis menggunakan asam biasanya dilakukan pada temperatur
tinggi. Proses ini relatif mahal karena kebutuhan energi yang cukup tinggi. Baru pada tahun 1980-an, mulai dikembangkan
hidrolisis selulosa dengan menggunakan enzim
selulase. Bukan hanya jamur Aspergillus
niger yang dapat mendegradasi selulosa,
jamur lain seperti Actinomycetes dan Tricoderma adalah penghasil selulase
dan crude enzyme secara komersial, fungi-fungi tersebut sangat
efisien dalam memproduksi selulase . Namun tidak semua jenis fungi dan bakteri
mampu memproduksi selulase dalam jumlah yang signifikan yang mampu
menghidrolisa kristal selulosa secara
invitro. Tongkol jagung bukan
hanya dapat dikonversi menjadi glukosa, pada sumber lain ternyata tongkol
jagung memiliki potensi yang sangat baik untuk memproduksi biomasa ethanol dan
xilitol, Xilitol termasuk gula alkohol dengan lima karbon (1,2,3,4,5
pentahydroxy pentane) dengan formulasi molekul C5H12O5.
Sebetulnya beberapa jenis buah-buahan dan sayuran mengandung xilitol walaupun
dalam jumlah kecil, misalnya strawberi. Namun demikian, untuk mengekstrak xilitol dari bahan tersebut
tidak ekonomis karena kandungannya terlalu kecil .
Selama
ini tongkol jagung hanya dijadikan sebagai pakan ternak, sebagai pengganti kayu
bakar atau hasil industri minyak jagung yang tidak diolah kembali menjadi
sesuatu yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Untuk itulah dalam penelitian ini
akan dimanfaatkan limbah pertanian yaitu tongkol jagung sebagai penghasil
glukosa, sehingga limbah ini dapat bermanfaat bagi penigkatan nilai tambah
limbah pertanian. Karena kebutuhan akan glukosa dalam industri semakin
meningkat seiring dengan pemenuhan kebutuhan makanan, minuman, dan bahan
baku pembuatan bahan kimia maupun obat-obatan. Maka produksi glukosa merupakan
langkah awal dan penting dari konversi selulose menjadi senyawa-senyawa yang
lebih sederhana dan mempunyai berat molekul yang lebih rendah serta membuka
lapangan yang luas bagi berbagai bahan kimia, termasuk potensi untuk mensitesa
polimer – polimer yang pada saat ini produksinya bertumpu pada minyak bumi dan
gas alam dengan proses petrokimia.
Keunggulan dari proses ini adalah menghasilkan glukosa yang berasal dari hidrolisis β-oligomer oleh selobiase. Kita
ketahui bahwa glukosa kini telah banyak digunakan sebagai bahan baku industri
makanan dan minuman, salah satu contoh sirup glukosa. Menurut Dziedzic and Kearsley, Industri
makanan dan minuman memiliki kecenderungan untuk menggunakan sirup glukosa. Hal
ini didasari oleh beberapa kelebihan sirup glukosa dibandingkan sukrosa,
diantaranya sirup glukosa tidak mengkristal seperti halnya sukrosa jika
dilakukan pemanasan pada suhu tinggi. Selain itu Sirup glukosa telah
dimanfaatkan oleh industri permen, minuman ringan, biskuit, dan sebagainya.
Pada pembuatan produk es krim, glukosa dapat meningkatkan kehalusan tekstur dan
menekan titik beku . Dan untuk kue dapat menjaga kue tetap awet dalam waktu
yang lama dan mengurangi keretakan. Untuk permen, glukosa lebih disenangi
karena dapat mencegah kerusakan oleh mikrobiologis dan memperbaik tekstur .
Penting diketahui bahwa karbohidrat glukosa merupakan karbohidrat terpenting
dalam kaitannya dengan penyediaan energi di dalam tubuh. Sedangkan
kelemahannya adalah proses yang panjang dan membutuhkan waktu yang lama. Karena
proses nya dimulai dari biakan jamur Aspergillus
niger untuk menghasilkan enzim selulose dan kemudian tahap pengujian
aktivitas enzim, dimana pada tahap ini enzim yang diperoleh dari biakan Aspergillus niger pada agar miring diuji
apakah layak digunakan dan dapat mendegradasi selulosa menjadi glukosa setelah itu
hidrolisa asam dan hidrolisa enzim.
Pada saat biakan kasar jamur Aspergillus niger harus benar
diperhatikan faktor-faktornya, seperti suhu, Ph, substrat dan kondisi
lingkungan. Karena jika faktor-faktor ini tidak sesuai dengan kebutuhan
mikroorganisme (Aspergillus niger)
maka biakan tidak akan berhasil dan enzim yang dibutuhkan tidak bisa digunakan
untuk mendegradasi selulosa menjadi glukosa.
Peluang
dari hasil proses ini sangat bagus dan menjanjikan, karena dapat meningkatkan
nilai ekonomi dari tongkol jagung menjadi produk baru yang lebih bermanfaat. Selain
itu kebutuhan glukosa disetiap industri meningkat pesat setiap tahunnya. Hanya
saja tantangannya kedepan adalah diharapkan hasil dari proses biokonversi
selulose dari limbah tongkol jagung menjadi glukosa dengan bantuan jamur Aspergillus niger, benar-benar
dapat memenuhi hasil (glukosa) yang
lebih baik dan meningkatkan rendemennya sehingga dapat dimaksimalkan dalam
proses pengolahan glukosa menjadi produk lain selanjutnya. Diharapkan produk
yang telah dihasilkan bisa dimanfaatkan oleh indusri-industri produk makanan
dan minuman.
Ide saya
untuk produk ini yaitu glukosa dapat dijadikan sirup atau permen, karena sirup
barbahan baku glukosa memeliki kelebihan yaitu tidak dapat mengkristal pada
saat pemanasan pada suhu tinggi dan rendah kalori (4 kal/g), lain halnya dengan
sirup yang berbahan baku sukrosa yang mudah mengalami kristalisasi pada saat
pemanasan. Sirup glukosa yang
rendah kalori akan mudah untuk dicerna, dalam tubuh manusia glukosa yang
telah diserap oleh usus halus kemudian
akan terdistribusi ke dalam semua sel tubuh melalui aliran darah. Di dalam
tubuh, glukosa dapat tersimpan dalam bentuk glikogen di dalam otot . Glukosa (dekstrosa)
dan sirup glukosa dengan DE tinggi (68-98) banyak digunakan
untuk perbaikan sifat fisik dan kimia produk
(pangan dan non pangan), pengawet
jam dan jeli. bioplastik (kimia
atau fennentasi). Oleh
karena itu produk-produk tersebut
dipilah sebagai produk industri berbasis
jagung generasi ketiga. Sirup glukosa diproduksi melalui tahapan proses likuifikasi dan
sakarifikasi. Sakarifikasi
dimulai saat hasil likuifikasi mencapai
DE = 15 20, dengan penambahan enzim AMG (amiloglukosidase), pada
suhu 60°C, pH
3,8 - 4,5. Waktu
yang digunakan untuk mencapai DE optimal (97 98) berkisar antara 48 -72 jam. Proses pembuatan sirup
glukosa dapat juga
merupakan satu kesatuan proses untuk memproduksi HFS (high fructose
syrups) dengan melanjutka ke satu tahapan proses berikutnya yaitu isomerisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tanggapan Anda