PROPOSAL PRAKTIKUM PENGAWETAN
PENGARUH KEMASAN TERHADAP KEAWETAN
TEPUNG
oleh
Arfah
05081007042
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2010
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran
halus atau sangat halus tergantung pemakaiannya. Biasanya digunakan untuk
keperluan penelitian, rumah tangga, dan bahan baku industri. Tepung bisa berasal dari bahan
nabati misalnya tepung terigu dari gandum, tapioka dari singkong, maizena dari
jagung atau hewani misalnya tepung tulang dan tepung ikan (Nurmala, 1980).
Tepung terigu adalah suatu jenis tepung yang terbuat
dari jenis biji-bijian yaitu gandum dimana biji-bijian tersebut sampai saat ini
masih diimpor dari beberapa negara seperti Australia , Canada ,
Amerika. Jenis gandum yang diimpor ada dua macam, yaitu jenis soft dan jenis hard.
Tepung terigu adalah tepung atau
bubuk halus yang berasal dari bulir gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar
pembuat kue,
mie dan roti. Kata terigu dalam bahasa
Indonesia diserap dari bahasa
Portugis, trigo,
yang berarti gandum. Tepung terigu mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat
kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein
dalam bentuk gluten,
yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu
(Nurmala, 1980).
Gandum (Triticum spp.)
adalah sekelompok tanaman
serealia
dari suku padi-padian yang kaya akan karbohidrat.
Gandum biasanya digunakan untuk memproduksi tepung terigu,
pakan ternak,
ataupun difermentasi
untuk menghasilkan alkohol. Masyarakat prasejarah sudah mengenal sifat-sifat
gandum dan tanaman biji-bijian lainnya sebagai sumber makanan. Berdasarkan
penggalian arkeolog, diperkirakan gandum berasal dari daerah sekitar Laut Merah
dan Laut Mediterania, yaitu daerah sekitar Turki, Siria, Irak, dan Iran. Sejarah Cina
menunjukkan bahwa budidaya gandum telah ada sejak 2700 SM (Muchtadi, 1992).
Gandum merupakan makanan pokok manusia, pakan ternak dan
bahan industri yang mempergunakan karbohidrat sebagai bahan baku . Gandum dapat diklasifikasikan
berdasarkan tekstur biji gandum (kernel),
warna kulit biji (bran), dan
musim tanam. Berdasarkan tekstur kernel,
gandum diklasifikasikan menjadi hard,
soft, dan durum. Sementara itu berdasarkan
warna bran, gandum
diklasifikasikan menjadi red
(merah) dan white (putih).
Untuk musim tanam, gandum dibagi menjadi winter
(musim dingin)
dan spring (musim semi).
Namun, secara umum gandum diklasifikasikan menjadi hard wheat, soft wheat,
dan durum wheat (Fabriani,
1988).
Pada umumnya, kernel
berbentuk ofal dengan panjang 6-8mm dan diameter 2-3mm. Seperti jenis serealia lainnya,
gandum memiliki tekstur yang keras. Biji gandum terdiri dari tiga bagian yaitu
bagian kulit (bran), bagian
endosperma, dan bagian lembaga (germ).
Bagian kulit dari biji gandum sebenarnya tidak mudah dipisahkan karena
merupakan satu kesatuan dari biji gandum tetapi bagian kulit ini biasanya dapat
dipisahkan melalui proses penggilingan (Fabriani, 1988).
Bran merupakan kulit luar gandum dan terdapat sebanyak 14,5% dari total
keseluruhan gandum. Bran terdiri dari 5 lapisan yaitu epidermis (3,9%), epikarp
(0,9%), endokarp (0,9%), testa (0,6%), dan aleuron (9%). Bran memiliki granulasi lebih besar
dibanding pollard, serta
memiliki kandungan protein dan kadar serat tinggi sehingga baik dikonsumsi ternak besar. Epidermis
merupakan bagian terluar biji gandum, mengandung banyak debu yang apabila
terkena air akan menjadi liat dan tidak mudah pecah. Fenomena inilah yang
dimanfaatkan pada penggilingan gandum menjadi tepung terigu agar lapisan epidermis
yang terdapat pada biji gandum tidak hancur dan mengotori tepung terigu yang
dihasilkan. Kebanyakan protein yang terkandung dalam bran adalah protein larut (albumin dan globulin).
Endosperma merupakan bagian yang terbesar dari biji
gandum (80-83%) yang banyak mengandung protein,
pati, dan air. Pada proses
penggilingan, bagian inilah yang akan diambil sebanyak-banyaknya untuk diubah
menjadi tepung terigu dengan tingkat kehalusan tertentu. Pada bagian ini juga
terdapat zat abu yang kandungannya akan semakin kecil jika mendekati inti dan
akan semakin besar jika mendekati kulit (Kent , 1975).
Lembaga terdapat pada biji gandum sebesar 2,5-3%.
Lembaga merupakan cadangan makanan yang mengandung banyak lemak dan terdapat bagian
yang selnya masih hidup bahkan setelah pemanenan. Di sekeliling bagian yang
masih hidup terdapat sedikit molekul glukosa,
mineral,
protein,
dan enzim.
Pada kondisi yang baik, akan terjadi perkecambahan
yaitu biji gandum akan tumbuh menjadi tanaman gandum yang baru. Perkecambahan
merupakan salah satu hal yang harus dihindari pada tahap penyimpanan biji
gandum. Perkecambahan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya
kondisi kelembapan
yang tinggi, suhu yang relatif hangat dan kandungan oksigen yang melimpah (Kent , 1975).
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk
mengetahui pengaruh kemasan terhadap keawetan tepung.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran
halus atau sangat halus tergantung pemakaiannya. Biasanya digunakan untuk
keperluan penelitian, rumah tangga, dan bahan baku industri. Tepung bisa berasal dari bahan
nabati misalnya tepung terigu dari gandum, tapioka dari singkong, maizena dari
jagung atau hewani misalnya tepung tulang dan tepung ikan (Nurmala, 1980).
Tepung terigu adalah suatu jenis tepung yang terbuat
dari jenis biji-bijian yaitu gandum dimana biji-bijian tersebut sampai saat ini
masih diimpor dari beberapa negara seperti Australia , Canada ,
Amerika. Jenis gandum yang diimpor ada dua macam, yaitu jenis soft dan jenis hard.
Dari kedua jenis biji-bijian tersebut diproses sedemikian rupa pada
penggilingan, sehingga didapatkan tepung terigu yang secara umum dapat dibagi tiga,
yaitu :
1.
Tepung jenis hard (kandungan
protein 12%-14%).
Dipasaran lebih dikenal dengan terigu cakra kembar.
Tepung ini diperoleh dari gandum keras (hard wheat). Kandungan proteinnya
11-13%. Tingginya protein terkandung menjadikan sifatnya mudah dicampur,
difermentasikan, daya serap airnya tinggi, elastis dan mudah digiling. Karakteristik
ini menjadikan tepung terigu hard wheat sangat cocok untuk bahan baku roti, mie, dan pasta
karena sifatnya elastis dan mudah difermentasikan (Bogasari, 1997).
2.
Tepung jenis medium (kandungan
protein 10,5%-11,5%).
Jenis terigu medium wheat mengandung 10%-11%. Sebagian
orang mengenalnya dengan sebutan all-purpose flour atau tepung serba guna, di
pasaran lebih dikenal dengan sebutan tepung segitiga biru. Dibuat dari campuran
tepung terigu hard wheat dan soft wheat sehingga karakteristiknya diantara
kedua jenis tepung tersebut. Tepung ini cocok untuk membuat adonan fermentasi
dengan tingkat pengembangan sedang, seperti donat, bakpau, bapel, panada atau
aneka cake dan muffin (Bogasari, 1997).
3.
Tepung jenis soft (kandungan
protein 8%-9%).
Tepung ini dibuat dari gandum lunak dengan kandungan
protein gluten 8%-9%. Sifatnya, memiliki daya serap air yang rendah sehingga
akan menghasilkan adonan yang sukar diuleni, tidak elastis, lengket dan daya
pengembangannya rendah. Cocok untuk membuat kue kering, biscuit, pastel dan
kue-kue yang tidak memerlukan proses fermentasi. Di pasaran tepung ini lebih
dikenal dengan nama terigu Cap Kunci (Bogasari, 1997).
Ketiga jenis tepung yang ada dibedakan atas kandungan
protein yang dimiliki oleh tepung terigu, dimana protein disini juga menentukan
kandungan gluten yang ada pada tepung terigu, dan hanya tepung terigu yang
memiliki gluten. Kualitas protein serta gluten ditentukan oleh kualitas jenis
gandum yang diimpor serta varitasnya, akan sangat mempengaruhi kualitas tepung
terigu. Yang dimaksudkan dengan gluten adalah suatu zat yang ada pada tepung terigu
yang bersifat kenyal dan elastis, semakin tinggi kualitas proteinnya maka semakin
bagus kualitas glutennya, semakin rendah proteinnya maka semakin sedikit
glutennya (Jones, 1967).
Suatu produk makanan yang terbuat dari tepung terigu
sangat dipengaruhi jumlah protein, ada yang harus terpenuhi protein tinggi, sedang,
ataupun rendah, kesemuanya ini untuk mendapatkan kualitas makanan yang
dihasilkan secara optimal dan kualitas yang maksimal. Moisture adalah jumlah
kadar air pada tepung terigu, dimana moisture ini berpengaruh besar sekali
terhadap kualitas tepung. Bila jumlah moisture melebihi standar maksimum maka yang
didapat adalah tepung akan semakin cepat rusak, antara lain berjamur, berbau
apek, dan penambahan air pada adonan berkurang. Dengan mengetahui kadar protein
dalam tepung terigu, produsen baru akan menentukan tepung apa yang paling cocok
untuk membuat produk makanan yang diproduksi, karena protein dalam tepung sangat
menentukan dalam jenis produk makanan yang dibuat, jenis peralatan yang
digunakan, dan jenis proses pembuatan yang akan dilakukan (Jones, 1967).
Protein sangat erat hubungannya dengan gluten, dimana
gluten sendiri adalah suatu zat yang ada pada tepung terigu, sifatnya zat ini
adalah elastis dan kenyal. Semakin tinggi kadar proteinnya maka semakin banyak
gluten yang ada pada tepung tersebut, begitu pula sebaliknya. Ash adalah kadar
abu yang ada pada tepung terigu, dimana kadar abu ini sangat mempengaruhi pada
proses. Hasil akhir produk adalah warna daging produk akan gelap, tingkat
kestabilan adonan pada kelebihan waktu aduk berkurang, tingkat kestabilan
adonan pada kelebihan waktu fermentasi berkurang (Buckle, 1985).
Kesemuanya ini terlepas dari jumlah maupun kualitas
protein, jadi setinggi apapun proteinnya sedangkan ash countentnya tinggi, maka
beberapa hal akan terjadi terutama akan memutuskan serat gluten. Untuk beberapa
jenis produk tertentu jumlah kandungan ash tidak bermasalah, tetapi ada
beberapa jenis produk tertentu sangat memperhatikan jumlah ash countentnya, yang
menyebabkan kurang bersihnya warna pada tepung terigu. Gluten adalah satu-satunya
zat yang hanya ada pada tepung terigu, jadi pada jenis tepung lainnya tidak
ada. Sifat dari zat ini adalah kenyal dan elastis, zat ini sangat penting dan
diperlukan dalam pembuatan roti agar dapat mengembang dengan baik dan mie
supaya kenyal, atau beberapa produk makanan yang memerlukan gluten yang tinggi,
seperti pembuatan kulit martabak telur supaya tidak mudah robek, dan
sebagainya. Gluten akan terbentuk lebih sempurna bila waktu umur tepung minimal
7 hari setelah digiling dan bila diberikan energi (proses aduk) (Buckle, 1985).
III.
PELAKSANAAN PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Indomaret
jalan Palembang Prabumulih KM 32 Inderalaya Kabupaten Ogan Ilir, melalui 3 tahap
yaitu dengan waktu observasi selama 2 minggu.
B. Metode Observasi
Metode praktek lapangan yang digunakan
adalah metode observasi yang dilakukan dengan tinjauan dan pengamatan secara
langsung pada penyimpanan produk. Data yang diambil dalam praktek lapangan ini
adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung
melalui tanya jawab dengan kuisioner kepada bagian yang berhubungan dengan
penyimpanan produk serta pekerja yang terlibat di lokasi penyimpanan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi
literatur yang berkaitan dengan penyimpanan produk.
DAFTAR
PUSTAKA
Nurmala, T. 1980. Budidaya Tanaman Gandum. Bandung
: PT Karya Nusantara Jakarta.
Muchtadi, T.R, Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan
Pangan. Bogor
: Institut Pertanian Bogor .
Fabriani, G, Lintas C. 1988. Durum Wheat : Chemistry and Technology. Minnesota : American Association of Cereal
Chemists, Inc.
Jones, D.W.K, Amos, A.J. 1967. Composition of Wheat and Products of Milling
in Modern Cereal Chemistry. London
: Food Trade Press Ltd.
Bogasari. 1997. Quality Control of Raw Material Wheat
Flour and By Product. Jakarta
: PT ISM Bogasari Flour Mills.
Buckle, K.A et al. 1985. Ilmu Pangan. Purnomo AH,
penerjemah. Jakarta
: UI-Press. Terjemahan dari : Food Science.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tanggapan Anda